search...

Rabu, 06 Maret 2013


Suara mahasiswa,Solusi perwisataan Indonesia

            Indonesia, negara kaya dan strategis dengan lokasi di antara dua benua(Asia dan Australia),dua samudera(pasifik dan hindia), iklim tropis khatulistiwa, serta kekayaan budaya  yang menjadikan negara ini kaya akan potensi wisata (alam dan non-alam). Apabila dimaksimalkan, potensi itu dapat mendatangkan devisa yang fantastis jumlahnya, sehingga dapat membantu masalah finansial negara ini. Sayang, banyak oknum dalam pemerintah kita yang terlalu sibuk dengan memperkaya diri pribadi dan terlalu banyak menguras energi akan polemik politik demi keuntungan kelompok tertentu. Selain itu, banyaknya masalah lain yang melanda negeri ini menjadikan potensi wisata ini sering terlupakan.
Efek dari terlupakannya potensi itu dapat kita lihat dari Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum(WEF) tahun 2009 lalu. Hasil riset menunjukkan Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi 80 dari 130 negara, namun tahun 2009 turun ke posisi 81 dari 133 negara yang diteliti. Peringkat 10 besar didominasi oleh negara barat, yaitu Swiss, Swedia, Kanada, Prancis, Jerman dan Austria. Kita kalah dari Singapura, Malaisya, Brunei Darussalam, dan Thailand yang potensi wisatanya jauh di bawah Indonesia. Padahal jika kita berdiri sebagai orang yang paham akan potensi wisata negara ini, tentu akan merasakan bahwa data yang dikeluarkan oleh WEF adalah kebohongan publik, mengingat bagaimana mungkin negara dengan potensi wisata yang incridible ini bisa mendapat peringkat jongkok.  
            Dari paparan singkat diatas, penulis melihat permasalahan mendasar dalam memajukan pariwisata Indonesia adalah masalah pengelolaan. Pengelolaan ini menghasilkan dua permasalahan pokok yang menjadikan perwisataan Indonesia sulit untuk berkembang. Pertama, kurangnya perhatian pemerintah dalam mengelola pariwisata. Selain karena masalah politik, dana yang dikucurkan untuk pengembangan pariwisata dinilai masih kurang, terbukti dari data pokok APBN tahun 2010, dana untuk pariwisata dan budaya berkisar 1,8 trilyun. Angka tersebut dinilai relatif kecil, karena dalam rinciannya tidak ada pendanaan untuk litbang. Padahal litbang adalah komponen penting dalam pengembangan pariwisata karena dibutuhkan untuk pendataan potensi daerah yang layak dijadikan tempat wisata. Penulis menyadari bahwa dana APBN saja tidak cukup dalam pengembangan pariwisata, sehingga dibutuhkan sokongan dana dari luar. Maka, sudah menjadi kewajiban Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) untuk mencarikan investor (lokal maupun asing) demi mengembangkan pariwisata.
 Seperti contoh, dataran tinggi Dieng. Menurut kalkulasi yang pernah dimuat di Harian Suara Merdeka (6/9/10), kawasan wisata Dieng akan menjadi hight class jika disokong dengan dana minimal 100 milyar rupiah,jika ini terjadi maka kawasan ini dapat mengalahkan perwisataan Singapura. Bayangkan, satu daerah Dieng saja berpotensi untuk mengalahkan satu negara, apalagi kalau seluruh potensi wisata negara ini termanfaatkan dengan baik. Dari contoh daerah Dieng, angka 100 milyar hanyalah satu persepuluh dari anggaran di APBN, tentu akan menjadi hal sulit jika seluruh potensi perwisataan dibebankan pada APBN saja, inilah yang menjadi alasan kuat investor sangat diperlukan.
Kedua, belum adanya Branding yang “menggigit” dalam pemasaran pariwisata Indonesia, kalaupun pernah memasang brand, tidak adanya konsistensi dan kurangnya booming dalam menyuarakan menjadi masalah utama.
Berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Profesor Arysio Santos dos Nunes, ahli fisika nuklir dan Geolog asal Brazil, setelah 30 tahun meneliti legenda Atlantis menemukan bukti kuat jika Indonesia adalah Atlantis yang hilang. Wilayah Indonesia memenuhi seluruh syarat Plato tentang Atlantis dibanding wilayah lainnya di dunia. Bahkan, penelitian Santos kini telah banyak didukung oleh peneliti dari Amerika, yang awalnya menolak hasil temuannya.
Harusnya hasil penelitian ini mendapat apresiasi besar dalam menciptakan branding yang baik untuk pariwisata Indonesia. Jika Malaisya memiliki branding:“Malaisya, trully Asia.”Dari temuan ini, penulis menawarkan branding yang diharapkan menjadi ikon dalam pariwisata Indonesia,penulis menawarkan kalimat:” Indonesia, The Real Atlantis”  untuk dijadikan branding pariwisata Indonesia. Penulis menilai, sekarang yang ada dalam setiap iklan, gambar-gambar yang beredar tentang pariwisara hanya kalimat “Visit Indonesia” bagaimana mungkin kita menarik wisatawan hanya dengan kalimat Visit Indonesia yang tidak menjual tersebut?. Inilah yang menjadikan branding dengan kalimat menjual sangat dibutuhkan. Butuh publikasi yang masif dalam penjualan sebuah brand. Mulai dari iklan, ikon-ikon publik, acara-acara liveshow, bahkan perfilman Indonesia juga harus bergerak untuk hal ini.
Penulis sangat mengharapkan pemerintah untuk mengambil bagian akan hal ini, jangan sampai kita jauh dari kesan kreatif dan tidak tanggap pada temuan yang luar biasa ini. Karena, temuan Profesor Santos amat sangat bisa dieksploitir oleh pemerintah Indonesia dalam memperbanyak aliran devisa ke negara kita. Bayangkan saja, para ahli dari Amerika saja banyak mendukung hasil penemuannya, bagaimana kita yang jadi objek penemuan? Harusnya kita lebih masif dalam hal ini.
Dua hal utama tadilah yang dapat menjadi solusi perwisataan Indonesia, semoga pemerintah cepat tanggap dalam menyikapi temuan luar biasa Prof. Santos dan segera mempublikasikan Branding perwisataan Indonesia yang lebih “menggigit.” Semoga.

Mireza Fitriadi
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar