Memang dapat dibenarkan secara
sosiologis, bahwa seseorang dapat menjalankan fungsinya dalam berbagai
konsentrasi. Hal itu dapat dianggap wajar karena keberadaan seseorang dapat
dibutuhkan oleh beberapa lingkungan sosialnya. Apalagi kalau peranan seseorang
itu merupakan peran tertinggi dalam republik ini.
Jika menggunakan pendekatan
sosiologis di atas, maka tindakan seorang kepala negara yang sekaligus menjadi pimpinan
dalam suatu partai politik dapat dibenarkan. Namun, belum tentu hal tersebut
menjadi benar ketika terjadi benturan dengan status hukum seorang presiden.
Beberapa waktu lalu, Presiden SBY
langsung mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari Ketua DPP-nya Anas
Urbaningrum. Tindakan tersebut dilakukan oleh SBY karena adanya bocoran soal
Surat Perintah Penyidikan terhadap Anas, dan juga karena krisis yang dialami
oleh PD terhadap pemilu 2014.
Tindakan inilah yang mengharuskan seorang
presiden berbuat bijak. Bijak dalam artian seimbang menjalankan fungsinya
sebagai kepala negara dan anggota partai.
Sebagai negara yang menganut sistem
pemerintahan presidensial, presiden bertindak sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Kepala negara artinya dia menjalankan fungsi perwakilan negara RI
di luar. Sedangkan kepala pemerintahan, berdasarkan makna dari pasal 4 ayat 1
UUD 1945, presidenlah yang bertugas untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tugas pokok presiden yang tercantum
dalam preambule konstitusi tersebut mengisyaratkan bahwa fokus pekerjaan
seorang presiden adalah mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan
kelompoknya.
Seorang kepala pemerintahan berbeda
artinya dengan kepala pemerintah. Kepala pemerintahan artinya dia bertugas
mengkoordinasikan ketiga pilar kenegaraan: eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Sedangkan kepala pemerintah
hanyalah hanyalah ada eksekutif saja.
Dari gambaran tugas yuridis seorang presiden tersebut, sangatlah jelas bahwa
tidak ada unsur parpol di dalamnya. Memiliki jabatan ganda yang berbenturan
antara tugas negara dengan kepentingan kelompok tertentu adalah suatu
kekeliruan.
Ditambah lagi, seorang presiden
dipilih dalam suatu mekanisme pemilihan umum, dimana suara yang mendukungnya
tidak hanya dari kader partai pengusungnya saja, melainkan seluruh elemen
rakyat ikut serta di dalamnya. Suara pemilih SBY dalam pemilu 2009 berjumlah
73,9 juta suara atau 60,8 % dari total pemilih. Tentunya itu bukanlah jumlah
yang sedikit untuk dapat dipertangung jawabkan apabila seorang presiden malah
ternyata menduduki jabatan ganda pada suatu parpol tertentu.
Di sinilah perlu perbuatan yang bijak
dari seorang presiden. Seimbang menjalankan fungsinya sebagai presiden artinya
menegakkan norma dan kebutuhan di dalam wadah yang tepat. Boleh saja seorang
presiden Melayani partai konstituennya, tetapi ia harus bijak dalam meletakkan
posisinya sebagai presiden dan anggota partai.
Memberikan contoh yang ideal akan
menjadikan presiden reliable dalam
menjalani tahun politik 2013. Indonesia adalah negara hukum, begitu bunyi
konstitusi kita. Maka seharusnya presiden haruslah memberi contoh yang ideal
untuk menegakkan hukum, demi tercapainya Indonesia yang demokratis.
MIREZA FITRIADI
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar